Tuesday, October 15, 2019

“Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” - Pramoedya A. Toer

Tepat satu bulan sudah aku berada di rumah usai menyelesaikan tugasku sebagai pramugari haji di tanah suci. Keputusan untuk kembali ke tanah air ialah karena aku ingin berkumpul kembali dengan suami dan anakku usai menyelesaikan tugas-tugasku. Setelah melanglangbuana mencoba berbagai pekerjaan, hingga tiba di satu titik, I just want to do something that I like. Sudah sangat lama aku tidak menulis, rasanya aku menyayangkan banyak hal yang sudah terlewat dan tidak aku rekam melalui tulisan. Aku berjanji pada diriku sendiri untuk membuat target dalam tahun 2019 ini agar aku bisa lebih aktif dalam dunia literasi, seperti yang sudah aku muat dalam tulisanku sebelumnya.

Dalam era digital saat ini ada banyak sekali media yang bisa digunakan untuk berbagi, banyak anak muda generasi millenial yang sudah merambat ke dunia Vlogger atau Podcast. Kali ini aku tetap ingin menjalankan blogku kembali karena mengutip kata Pram, “ Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tdak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat dan sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” Aku sadar hidup ini seperti menciptakan sebuah kenangan, itu yang aku simpulkan ketika aku ditinggalkan oleh orang-orang yang aku cintai, Ibu ku salah satunya. Ketika kita telah tiada nanti, hanya kenangan kita bersama orang-orang di sekitar kita yang akan di ingat dan di kenang. Seperti kata Imam Al-Ghazali, "Jika kau bukan anak seorang raja, maka menulislah." Dengan tulisan lah kita bisa menciptakan sejarah dan membuat kenangan untuk banyak orang di sekitar kita.

Beberapa hari ini aku melihat banyak influencer di jejaring sosial media membagikan tautan positif mengenai 'Jurnal', kembali aku sadar bahwa menulis adalah salah satu cara ampuh untuk meluapkan stress dan perasaan. Minggu lalu aku menonton Joker di bioskop, siapa yang tidak tahu Joker, pria bernama Arthur Fleck yang mengalami gangguan mental dan mengidap Pseudobulbar Affect, yaitu gangguan emosi yang di tandai oleh tawa dan tangisan yang mendadak dan tak terkendali. Aku melihat dalam cuplikan seorang psikiater bertanya pada Arthur, apakah ia masih rutin menulis hal-hal yang dia alami dan rasakan dalam jurnal atau agendanya. Karena dengan menulis perasaan senang dan sedih bisa tertuang sehingga sedikitnya mengurangi beban pikiran yang kita dapat. Tentunya ketika mengeluarkan unek-unek marah, kesal, dan sedih lebih baik dalam media yang lebih pribadi. Jika dalam facebook, instagram, dan twitter lebih mudah di konsumsi publik, maka lebih baik menulis dalam buku harian, jurnal, agenda dan semacamnya. 

Aku menggunakan blog karena menurutku, wadah ini cukup bagiku untuk berbagi, kita bisa berbagi pengalaman, ide, pikiran hingga fotografi. Semoga kebiasaan menulis ini bisa menjadi aktivitas yang begitu positif dan bisa aku rutin jalani. Harapanku kedepannya aku bisa mengkategorikan tulisanku dalam blog ini agar lebih mudah di baca, dipahami, dan dinikmati. Agar pesan yang ingin aku bagikan bisa sampai kepada siapapun yang membacanya. 

No comments:

Post a Comment